Selasa, 15 Desember 2015

Megalitikum di Banten Selatan


Banten Purba Carita

MEGALITIKUM DI BANTEN SELATAN



Situs SangHyang Dengdek dan SangHyang Heuleut
Situs ini ditemukan disekitar lereng Gunung Pulosari daerah Pandeglang. SangHyang Heuleut merupakan menhir yang ditemukan di daaerah sanghyang dengdek Kecamatan Cisata Kabupaten Pandeglang. Di dekat sanghyang heuleut terdapat arca perwujudan nenek moyang yang disebut SangHyang Dengdek. Konon menurut cerita masyarakat setempat, sanghyang dengdek dan sanghyang heuleut adalah sepasang suami istri dari nenek moyang mereka. Sanghyang Dengdek ”SangHyang Dengdek” atau yang mempunyai nama “ Prabu Jayasati Wisesa” adalah arca laki-laki dan sanghyang heuleut atau “Mas Ratu Lenglang Jagad” adalah arca perempuannya.

Diperkuat dengan bentuk sanghyang dengdek dengan bentuk kepala arca yang dibuat secara kasar, lengan dan bentuk kelamin laki-laki yang terlihat tapi tidak begitu menonjol. Dan berdasrkan cerita rakyat mengatakan ‘bahwa hamper disetiap malam jum’at dan malam selasa, arca nenek moyang ini menampakan dengan wujud nenek-nenek dan kakek-kakek. Sementara itu “Claude Guillot (1994) manyatakan bahwa sanghyang dengdek adalah arca primitive tipe polinesia yang menyandang nama ‘Dewa’ yang dipuja. Arca ini didirikan diatas timbunan tanah yang ditimbun lagi dengan batu-batu kali. Karena arca ini secara alami agak membungkuk maka orang memberi namanya “si bungkuk yang terpuja “. ”SangHyang Heuleut”
Dari cerita rakyat setempat menceritakan bahwa ‘SangHyang Dengdek biasa disebut juga arca kesuksesan’ maksudnya adalah banyak orang yang juga mempercayai bahwa setelah kita “Ziarah” dan menggantikan kain yang digunakan sebagai pakaiannya, apa yang menjadi cita-cita kita akan tercapai. Dan SangHyang Heuleut atau “Arca Kisemar” / pengasih, maksudnya adalah arca ini menjadi symbol juga bagi siapa saja yang ingin dilihat selalu menarik atau disenangi orang lain, maka “ziarah dulu disanghyang heuleut kemudian minum air cipamor yang terletak didaerah Kadumeong (Letaknya tidak jauh dari sanghyang dengdek)
Gunung Pulosari “Ekspresi Idealisme Yang Sakral”
Peninggalan tradisi Megalitik disekitar Gunung Pulosari dapat memberikan gambaran bahwa sebuah peradaban pernah ada di lokasi tersebut. Gejala perkembangan peradaban manusia dari tingkat berburu dan mengumpulkan makanan beralih kepola kehidupan menetap dangan mata pencaharian bercocok tanam.
Dalam tradisi megalitik tanah merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu kodisi tanah harus diperlakukan sesuai dengan tata cara dan aturan agar “penjaga” dan pemberi kesuburan selalu berkenan untuk memberikan hasil panen yang baik. Melalui upacara megalitik, roh seseorang yang telah meninggal, terutama pemimpin masyarakat sangat dihormati. Roh nenek moyang dipahami sebagai media yang menghubungkan generasi terdahulu dangan sekarang dan juga menghubungkan dewa-dewa, dalam konsep kepercayaan local, disebut sanghyang yaitu sumber kekuatan spiritual yang memiliki kekuatan pada bumi, tanah dan air.

Situs Batu Goong – Citaman
Terletak tidak jauh dari situs sanghyang dengdek ke sebelah barat di desa sukasari Kecamatan Menes, kabupaten pandeglang. Batu goong yaitu sebuah menhir sebagai pusat yang dikelilingi oleh batu-batu yang berbentuk gamelan atau gong dan batu pelinggih dalam formasi batu gamelan.
Situs Batu Goong ini terletak diatas bukit yang jarak tidak jauh dari kolam pemandian Citaman. Situs Batu Goong ini terdapat diatas Bukit Kadu Guling. Konon dari cerita masyarakat mengatakan bahwa ‘setiap tanggal 12 – 15 Hijriah bulan Maulid, batu goong ini mengeluarkan bunyi-bunyian seperti suara gamelan yang terdengan hingga satu desa setempat’.
Situs Cihunjuran – Kerajaan Salakanagara
Situs ini berkarakter sama dengan situs batu Goong Citaman. Terletak ditepi Gunung Pulosari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Disitus ini terdapat kelompok menhir, batu lumping, batu berlubang dan batu monoloit, maka dari itu adanya peninggalan tersebut menandakan tempat itu dulu pernah digunakan sebagai tempat pemujaan. Selain itu situs Cihunjuran diduga kuat sebagai tempat persinggahan atau peristirhatan Angling Dharma yang kemudian membangun Kerajaan Salakanagara.
Disekitar Cihunjuran ini pula terdapat peninggalan – peninggalan batu seperti Dolmen, dimana menurut cerita rakyat yang beredar, batu ini dulu digunakan sebagai alat untuk membuat ramuan-ramuan (jamu / masakan). Terdapat kumpulan – kumpulan batu yang bisa dijadikan bukti bahwa dulu disini terdapat kehidupan pada masa prasejarah. Selain itu juga terdapat makam Angling Darma yang mempunyai gelar “Aki Jangkung”. Konon Aki Jangkung ini atau yang mempunyai nama ”Kyai Prabu Raja Angling Darma Kusuma” membuat kerajaan di tepi Gunung Pulosari ini Sebagai tempat peristirahatannya.
Dan kolam pemandian cihunjuran ini merupakan tempat penyempurnaan dari segala ritual yang dilakukan oleh Angling Darma dan pernah juga dipakai oleh Sultan Hasanudin. Berdasarkan nasakah Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara” (disusun oleh sebuah panitia diketuai Pangeran Wangsa Kerta)
Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan pertama di bumi nusantara ini. Tokoh awalnya adalah Aki Tirem. Raja pertamanya adalah Dewawarman seorang Duta dari India yang diutus di pulau jawa. Kemudian di menikah dengan Larasati Pohaci (putri Aki Tirem), yang kemudian Dewawarman dinobatkan dengan nama “Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara” .
Rajatapura adalah ibukota salakanagara sejak tahun 363 menjadi pusat pemerintahan raja – raja Dewawarman I – Dewawarman VIII. Sedangkan Jayasingawarman, seorang pendiri Tarumanegara adalah menantu Raja Dewawarman VIII.
Situs Batu Ranjang
Masih dikawasan sekitar Pulo sari, terdapat situs Batu Ranjang yang teretak di desa batu ranjang kecamatan cipeucang kabupaten Pandeglang. Terdapat sebongkah batu andesit dengan rata dibagian atas menyerupai tempat tidur atau biasa disebut batu ranjang. Dalam tradisi megalitik, dulu mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kuburan dan sebagai tempat pemujaan. Jika dilihat dari bentuknya, situs ini tampak lebih sempurna jika dibandingkan dengan situs lain, dilihat dari teknologi pembuatannya batu ini tampak lebih halus dan rata dibagian atasnya.
Konon, batu ini berasal dari kehidupan dizaman batu antara emas atau perunggu, dioerkuat dari bentuk 4 tiang penyanggah dengan ukiran yang khas. Dahulu batu ini masih terasa lunak karena proses pemanasan akibat pohon yang terbakar dan tumbang diatasnya maka batu ini mengeras. Mitos yang terdapat dari batu ranjang ini adalah jika kita bisa mengangkat batu kecil yang berada diatasnya dan mengelilingi batu ranjang ini sebanyak 7 kali maka cita-cita akan terwujudkan.
Situs Batu Tumbung
Situs batu tumbung yang terletak di desa cidaresi, kecamatan cipeucang kabupaten Pandeglang. Situs ini menyerupai bentuk kemaluan wanita. Oleh karena itu masyarakat setemapat menamakannya “Batu Tumbung” yang berarti dalam bahasa Indonesia adalah kemaluan wanita. Kemaluan wanita ini dapat ditafsirkan sebagai symbol kesuburan atau lambang kesucian.
Situs Batu Simbol
Biasa disebut juga batu bergores, letaknya tidak jauh dari situs batu tumbung. Masih dalam satu komplek patilasan yaitu di desa cidaresi. Menurut masyarakat setempat batu ini bekas peninggalan pada masa penjajahan Belanda. Tapi ini juga diduga pada masa prasejarah. Konon, dulu batu ini dipakai sebagai symbol untuk pangkat seorang raja.

Situs Pemandian Citaman
Pemandian ini berasal dari 7 sumber yang berbeda. Diantara lain adalah sumber cikajayaan, ciapes, cipanggintikan, cikawadukan, cikembang, ciputri dan yang terakhir citaman. Cerita dulu mengatakan bahwa sumber cipanggintikan dipakai sebagai tempat pemandian setelah mengislamkan seseorang dan kemudian melakukan ritual “pencak” dan setealah itu mandi di sumber cipanggitikan yang menjadi salah satu sumber situs Citaman. Di situs Citaman juga terdapat batu yang bertuliskan ayat al-Qur’an yang berada dikolam pemandian citaman. Mitos dari masyarakat mengatakan jika kita mampu mengelilingi batu Al-Qur’an tersebut, apa yang menjadi perwujudan/ permintaan kita, masyarakat setempat menpercayainya akan terwujudkan. Citaman adalah sebuah kolam megalitik berukuran lebih dari 350 m2. didalamnya ditemukan batu-batu berlubang , batu lumping dan batu gores, batu dakon, pecahan batu pipisan, pecahan alu dan pecahan keramik asing.
Kolam Citaman terbagi menjadi 2, konon menurut cerita masyarakat setempat kolam yang satu untuk laki-laki dan yang lainnya untuk perempuan. Dalam tradisi megalitik, konon kolam ini dulu diduga dipakai untuk tempat awal mensucikan diri sebelum upacara berlangsung. Pusat ritual dilakukan diatas bukit tempat batu goong berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar