Tugas dan Peran Guru Profesional
Oleh Asmuni Syukir
Tugas Guru
Ada tiga macam tugas Profesi Guru yang tidak dielakkan, yaitu tugas profesional, tugas sosial, dan tugas personal.
Tugas profesional
Tugas profesional guru meliputi mendidik,
mengajar dan melatih/membimbing, serta meneliti (riset). Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melatih/Membimbing berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan peserta
didik. Dan meneliti untuk pengembangan kependidikan.
Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi
kemanusiaan, yaitu “pemanusiaan manusia”- dalam artian transformasi
diri dan auto-identifikasi peserta didik sebagai manusia dewasa yang
utuh. Karenanya di sekolah, guru harus dapat menjadikan dirinya
sebagai “orang tua kedua” bagi peserta didik, dan di masyarakat sebagai
figur panutan “digugu dan ditiru”.
Realitanya, menurut Uzer Usman (1997)
masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di
lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat
memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa guru memiliki kewajiban untuk
mencerdaskan masyarakat dan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnya.
Karenanya pantaslah Bung Karno (dalam Sahertian, 1994) menyebut
pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah sebagai “pengabdi
masyarakat”.
Tugas Personal
Tugas personal menyangkut pribadi dan
kepribadian guru. Itulah sebabnya setiap guru perlu manatap dirinya dan
memahami konsep dirinya. Wiggens dalam Sahertian (1994) mengemukakan
tentang potret diri guru sebagai pendidik. Menurutnya, seorang guru
harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya,
ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi ada tiga pribadi, yaitu: (1)
Saya dengan konsep diri saya (self concept); (2) Saya dengan ide diri saya (self idea); dan (3) Saya dengan realita diri saya (self reality).
Dengan refleksi diri, maka guru mengenal
dirinya (autoidentifikasi) dan selanjutnya haruslah mengubah
(tranformasi) dirinya, karena guru itu adalah “digugu dan ditiru” dan
haruslah “ing ngarso asung tuladha”. Karena itu sebelum ia mengemban
misinya haruslah “membangun jati dirinya”. Misalnya dalam penampilan,
guru harus mampu menarik simpati para siswanya, karena bila seorang guru
dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah
ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya kepada para siswanya.
Maka guru harus memahami hal ini dan berusaha mengubah dirinya menjadi
simpatik. Demikian juga dalam hal kepribadian lainya.
Peranan Guru
Tugas-tugas guru sebagaimana uraian
tersebut di atas mewajibkan guru untuk melakukan berbagai peran yang
menggambarkan pola tingkahlaku yang diharapkan dalam berbagai
interaksinya dengan siswa, sesama guru, dan staf yang lain. Peranan guru
selalu berkembang seiring dengan paradigma pendidikan mutakhir yang
sedang berkembang. Sebagai contoh perubahan paradigma pendidikan formal
(jalur sekolah) bahwa “guru mengajar, siswa belajar” menjadi “guru
membelajarkan peserta didik”, dan “siswa sebagai obyek didik” menjadi
“subyek didik”. Hal tersebut jelas menuntut perubahan peranan guru
sebagai seorang “pengajar” yang peranannya lebih menonjol pada transfer of knowledge dan transmisi kebudayaan.
Peran Guru sebagai Pendidik
Peran guru sebagai pendidik kian lama
kian pudar, bahkan tinggal sebutan saja. Pada zaman kuno, predikat guru
sebagai pendidik lebih kental dibanding predikat sebagai pengajar
ataupun pelatih. Para siswa lebih diarahkan menjadi manusia yang taat
pada Sang Maha Pencipta, sopan, tunduk pada hukum dan adat istiadat.
Meskipun hal ini nampaknya kurang rasional, namun hasilnya lebih
berkualitas dari segi pencapaian “manusia yang utuh”.
Paradigma pendidikan telah diubah sejak
zaman kolonial, yakni lebih menonjolkan fungsi guru sebagai pengajar
dari pada sebagai pendidik. Orientasi pendidikan lebih terfokus pada
penciptaan tenaga kerja, dan bukan lagi pada soal kepribadian, etika
ataupun sikap mental. Paradigma pendidikan “kolonial” tersebut secara
tidak disadari dalam praktek pendidikan di sekolah sampai kini masih
berlangsung, bahkan semakin dipupuk oleh adanya kebijakan pasar atau
bursa tenaga kerja yang lebih mengutamakan formalitas nilai NEM atau IPK
yang tertuang dalam ijazah. Akibatnya persepsi guru maupun masyarakat
terhadap kadar profesionalisme guru terletak pada keberhasilan siswa
meraih nilai/IPK tersebut dengan mengesampingkan aspek kepribadian dan
sikap mentalnya. Hal ini bukanlah semata-mata “kesalahan” guru, namun
lebih cenderung “terpaksa atau dipaksa” oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagai pendidik, seharusnya guru tidak
mengabaikan begitu saja aspek kepribadian dan sikap mental peserta
didik, tetapi membina dan mengembangkannya melalui pesan-pesan didik,
keteladanan, pembiasaan tingkahlaku yang terpuji, dan sebagainya.
Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelatih
Perubahan paradigma kependidikan, yakni
dari konsep “guru mengajar dan murid belajar” menjadi “guru
membelajarkan peserta didik” serta penganggapan siswa sebagai “obyek
didik” menjadi “subyek didik”, menuntut peran guru sebagai
pengajar/pelatih untuk mengurangi dominasi peran di dalam kelas dan
lebih “menonjolkan” peran-perannya sebagai:
- Fasilitator, yaitu mengusahakan berbagai sumber belajar yang menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
- Pembimbing, dalam artian mengusahakan kemudahan anak untuk belajar. Peran guru seperti inilah yang disebut membelajarkan peserta didik.
- Mediator, yaitu kreatif memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
- Learning manager (pengelola kelas), yaitu mengusahakan terciptanya kondisi belajar di kelas yang optimal.
- Motivator, yaitu lebih banyak memberikan dorongan semangat terhadap belajar siswa, sehingga siswa bergairah untuk belajar atas dorongan diri sendiri, dan mereka menjadi sadar bahwa belajar adalah demi kepentingan masa depan dirinya.
- Evaluator, yaitu mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa serta proses pembelajaran oleh guru sendiri dalam rangka memperoleh balikan yang dapat digunakan untuk merevisi strategi pembelajaran yang lebih tepat, dari pada perannya sebagai:
- Transmitter, yaitu memindahkan nilai-nilai ataupun ilmu pengetahuan kepada siswa,
- Demonstrator, yaitu penampilan sebagai pengajar atau penceramah di depan kelas,
- Informator, yaitu sebagai juru penerang yang memberikan pesan-pesan kepada siswa,
- Organisator, yaitu pengatur “lalu lintas” belajar siswa
- Direktor (pengarah), yaitu memberi petunjuk yang wajib dipatuhi siswa, dan
- Inisiator yaitu pemrakarsa tunggal tentang kegiatan-kegiatan siswa.
Dalam hubungannya dengan
kegiatan administrasi, Uzer Usman (1997) menyarankan seorang guru dapat
berperan sebagai berikut:
- Pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
- Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
- Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggungjawab untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
- Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin.
- Pelaksana administrasi pendidikan. Disamping menjadi pengajar, gurupun harus turut bertanggungjawab akan kelancaran jalannya pendidikan, dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi di sekolahnya.
- Pemimpin generasi muda. Masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin dan pembimbing mereka dalam mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
- Penerjemah kepada masyarakat. Artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah kependidikan.
Peranan guru dalam program layanan BK, disarankan oleh Djumhur dan Moh. Surya (1975) untuk berperan sebagai berikut:
- Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan. Hal ini karena gurulah yang selalu berada dalam hubungan yang erat dengan siswa. Guru banyak mempunyai kesempatan untuk “mempelajari” siswanya, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya, serta meneliti segi-segi kesehatannya terutama kesehatan mentalnya.
- Memahami siswa sebagai individu. Tugas pertama guru dalam program bimbingan ialah mengetahui atau mengenal siswa. Layanan bimbingan apapun tidak akan berhasil dengan memuaskan, apabila ia tidak atau kurang memahami individu siswanya, minat, kepribadian, kemampuan, sifat-sifat, kebutuhan, masalah dan sebagainya.
- Melakukan perbaikan tingkah laku siswa. Dengan memahami individu siswa yang dilengkapi dengan mengenal sebab-sebab mengapa siswa bertingkah laku tertentu akan mempengaruhi interpretasi dan alternatif perbaikan yang akan dilakukan guru. Guru akan dapat mengubah tingkah laku siswa yang kurang baik dengan memuaskan apabila guru mengenal betul tentang hal ikhwal siswa tersebut.
- Mengadakan pertemuan “dari hati ke hati” dengan siswa. Pertemuan dapat dilakukan sebelum sekolah dimulai, pada waktu istirahat, atau setelah sekolah usai. Data yang berharga akan dapat terkumpul pada pertemuan itu, dan dapat pula diberikan bantuan yang memadai kepada siswa yang memerlukan.
- Mengadakan pertemuan dengan orang tua murid. Pelayanan bimbingan yang efektif seringkali dimungkinkan oleh pertemuan antara guru dengan orang tua murid. Pertemuan-pertemuan semacam itu membuat guru lebih memahami tentang diri siswa dan latar belakang keluarganya, sehingga ditemukan adanya saling pengertian dan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak, sehingga sangat membantu kelancaran bimbingan. Pertemuan dapat dilakukan di sekolah (orang tua murid diundang), dan dapat pula dilakukan dengan kunjungan ke rumah akan mempunyai nilai yang lebih besar.
Uzer Usman (1997) menjelaskan bahwa dilihat dari segi dirinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai:
- Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya
- Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
- Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, Sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga guru berperan sebagai orang tua dari siswa-siswanya.
- Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa bukan untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.
- Pencari keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar