Selasa, 15 Desember 2015

Tugas dan Peran Guru Profesional

Tugas dan Peran Guru Profesional

Oleh  Asmuni Syukir

Tugas Guru
Ada tiga macam tugas Profesi Guru yang tidak dielakkan, yaitu tugas profesional, tugas sosial, dan tugas personal.
Tugas profesional
Tugas profesional guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih/membimbing, serta meneliti (riset). Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih/Membimbing berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan peserta didik. Dan meneliti untuk pengembangan kependidikan.
Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan, yaitu  “pemanusiaan manusia”- dalam artian transformasi diri dan auto-identifikasi peserta didik sebagai manusia dewasa yang utuh. Karenanya di sekolah,  guru  harus dapat menjadikan dirinya sebagai “orang tua kedua”  bagi peserta didik, dan di masyarakat sebagai figur panutan “digugu dan ditiru”.
Realitanya, menurut Uzer Usman (1997) masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa guru memiliki kewajiban untuk mencerdaskan masyarakat dan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnya. Karenanya pantaslah Bung Karno (dalam Sahertian, 1994) menyebut pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah sebagai “pengabdi masyarakat”.
Tugas Personal
Tugas personal menyangkut pribadi dan kepribadian guru. Itulah sebabnya setiap guru perlu manatap dirinya dan memahami konsep dirinya. Wiggens dalam Sahertian (1994) mengemukakan tentang potret diri guru sebagai pendidik. Menurutnya, seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi ada tiga pribadi, yaitu: (1) Saya dengan konsep diri saya (self concept); (2) Saya dengan ide diri saya (self idea); dan (3) Saya dengan realita diri saya (self reality).
Dengan refleksi diri, maka guru mengenal dirinya (autoidentifikasi) dan selanjutnya haruslah mengubah (tranformasi) dirinya, karena guru itu adalah “digugu dan ditiru” dan haruslah “ing ngarso asung tuladha”. Karena itu sebelum ia mengemban misinya haruslah “membangun jati dirinya”. Misalnya dalam penampilan, guru harus mampu menarik simpati para siswanya, karena bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya kepada para siswanya. Maka guru harus memahami hal ini dan berusaha mengubah dirinya menjadi simpatik. Demikian juga dalam hal kepribadian lainya.
Peranan Guru
Tugas-tugas guru sebagaimana uraian tersebut di atas mewajibkan guru untuk melakukan berbagai peran yang menggambarkan pola tingkahlaku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya dengan siswa, sesama guru, dan staf yang lain. Peranan guru selalu berkembang seiring dengan paradigma pendidikan mutakhir yang sedang berkembang. Sebagai contoh perubahan paradigma pendidikan formal (jalur sekolah) bahwa “guru mengajar, siswa belajar” menjadi “guru membelajarkan peserta didik”, dan “siswa sebagai obyek didik” menjadi “subyek didik”. Hal tersebut jelas menuntut perubahan peranan guru sebagai seorang “pengajar” yang peranannya lebih menonjol pada transfer of knowledge dan transmisi kebudayaan.
Peran Guru sebagai Pendidik
Peran guru sebagai pendidik kian lama kian pudar, bahkan tinggal sebutan saja. Pada zaman kuno, predikat guru sebagai pendidik lebih kental dibanding predikat sebagai pengajar ataupun pelatih. Para siswa lebih diarahkan menjadi manusia yang taat pada Sang Maha Pencipta, sopan, tunduk pada hukum dan adat istiadat. Meskipun hal ini nampaknya kurang rasional, namun hasilnya lebih berkualitas dari segi pencapaian “manusia yang utuh”.
Paradigma pendidikan telah diubah sejak zaman kolonial, yakni lebih menonjolkan fungsi guru sebagai pengajar dari pada sebagai pendidik. Orientasi pendidikan lebih terfokus pada penciptaan tenaga kerja, dan bukan lagi pada soal kepribadian, etika ataupun sikap mental. Paradigma pendidikan “kolonial” tersebut secara tidak disadari dalam praktek pendidikan di sekolah sampai kini masih berlangsung, bahkan semakin dipupuk oleh adanya kebijakan pasar atau bursa tenaga kerja yang lebih mengutamakan formalitas nilai NEM atau IPK yang tertuang dalam ijazah. Akibatnya persepsi guru maupun masyarakat terhadap kadar profesionalisme guru terletak pada keberhasilan siswa meraih nilai/IPK tersebut dengan mengesampingkan aspek kepribadian dan sikap mentalnya. Hal ini bukanlah semata-mata “kesalahan” guru, namun lebih cenderung “terpaksa atau dipaksa”  oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagai pendidik, seharusnya guru tidak mengabaikan begitu saja aspek kepribadian dan sikap mental peserta didik, tetapi membina dan mengembangkannya melalui pesan-pesan didik, keteladanan, pembiasaan tingkahlaku yang terpuji, dan sebagainya.
Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelatih
Perubahan paradigma kependidikan, yakni dari konsep “guru mengajar dan murid belajar” menjadi “guru membelajarkan peserta didik” serta penganggapan siswa sebagai “obyek didik” menjadi “subyek didik”, menuntut peran guru sebagai pengajar/pelatih untuk mengurangi dominasi peran di dalam kelas dan lebih “menonjolkan”  peran-perannya  sebagai:
  1. Fasilitator, yaitu mengusahakan berbagai sumber belajar yang menunjang pencapaian  tujuan pembelajaran.
  2. Pembimbing, dalam artian mengusahakan kemudahan anak untuk belajar. Peran guru seperti inilah yang disebut membelajarkan peserta didik.
  3. Mediator, yaitu kreatif memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
  4. Learning manager (pengelola kelas), yaitu mengusahakan terciptanya kondisi belajar di kelas yang optimal.
  5. Motivator, yaitu lebih banyak memberikan dorongan semangat terhadap belajar siswa, sehingga siswa bergairah untuk belajar atas dorongan diri sendiri, dan mereka  menjadi sadar bahwa belajar adalah demi kepentingan masa depan dirinya.
  6. Evaluator, yaitu mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa serta proses pembelajaran oleh guru sendiri dalam rangka memperoleh balikan yang dapat digunakan untuk merevisi strategi pembelajaran yang lebih tepat, dari pada perannya sebagai:
  7. Transmitter, yaitu memindahkan nilai-nilai ataupun ilmu pengetahuan kepada siswa,
  8. Demonstrator, yaitu penampilan sebagai pengajar atau penceramah di depan kelas,
  9. Informator, yaitu sebagai juru penerang yang memberikan pesan-pesan kepada siswa,
  10.  Organisator, yaitu pengatur “lalu lintas” belajar siswa
  11.  Direktor (pengarah),  yaitu memberi petunjuk yang wajib dipatuhi siswa, dan
  12.  Inisiator yaitu pemrakarsa tunggal tentang kegiatan-kegiatan siswa.
Peran Guru dalam Administrasi
          Dalam hubungannya dengan kegiatan administrasi, Uzer Usman (1997) menyarankan seorang guru dapat berperan sebagai berikut:
  1. Pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
  2. Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
  3. Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggungjawab untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
  4. Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin.
  5. Pelaksana administrasi pendidikan. Disamping menjadi pengajar, gurupun harus turut bertanggungjawab akan kelancaran jalannya pendidikan, dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi di sekolahnya.
  6. Pemimpin generasi muda. Masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin dan pembimbing mereka dalam mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
  7. Penerjemah kepada masyarakat. Artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah kependidikan.
Peran Guru dalam Bimbingan dan Konseling (BK)
Peranan guru dalam program layanan BK, disarankan oleh Djumhur dan Moh. Surya (1975) untuk berperan sebagai berikut:
  1. Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan. Hal ini karena gurulah yang selalu berada dalam hubungan yang erat dengan siswa. Guru banyak mempunyai kesempatan untuk “mempelajari” siswanya, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya, serta meneliti segi-segi kesehatannya terutama kesehatan mentalnya.
  2. Memahami siswa sebagai individu. Tugas pertama guru dalam program bimbingan ialah mengetahui atau mengenal siswa. Layanan bimbingan apapun tidak akan berhasil dengan memuaskan, apabila ia tidak atau kurang memahami individu siswanya, minat,  kepribadian, kemampuan, sifat-sifat, kebutuhan, masalah dan sebagainya.
  3. Melakukan perbaikan tingkah laku siswa. Dengan memahami individu siswa yang dilengkapi dengan mengenal sebab-sebab mengapa siswa bertingkah laku tertentu akan mempengaruhi interpretasi dan alternatif perbaikan yang akan dilakukan guru. Guru akan dapat mengubah tingkah laku siswa yang kurang baik dengan memuaskan apabila guru mengenal betul tentang hal ikhwal siswa tersebut.
  4. Mengadakan pertemuan “dari hati ke hati” dengan siswa. Pertemuan dapat dilakukan sebelum sekolah dimulai, pada waktu istirahat, atau setelah sekolah usai. Data yang berharga akan dapat terkumpul pada pertemuan itu, dan dapat pula diberikan bantuan yang memadai kepada siswa yang memerlukan.
  5. Mengadakan pertemuan dengan orang tua murid. Pelayanan bimbingan yang efektif seringkali dimungkinkan oleh pertemuan antara guru dengan orang tua murid. Pertemuan-pertemuan semacam itu membuat guru lebih memahami tentang diri siswa dan latar belakang keluarganya, sehingga ditemukan adanya saling pengertian dan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak, sehingga sangat membantu kelancaran bimbingan. Pertemuan dapat dilakukan di sekolah (orang tua murid diundang), dan dapat pula dilakukan dengan kunjungan ke rumah akan mempunyai nilai yang lebih besar.
Peran Guru secara Pribadi
Uzer Usman (1997) menjelaskan bahwa dilihat dari segi dirinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai:
  1. Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya
  2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
  3. Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, Sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga guru berperan sebagai orang tua dari siswa-siswanya.
  4. Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa bukan untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.
  5. Pencari keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar